Gubernur Bengkulu diperiksa KPK,Anak Buah ditahan Jaksa

METRO UPDATE.CO.ID—BENGKULU–Seperti kata pepatah Mengtakan LUBUK KECIK BUAYA BANYAK Sebuah tragedi yang jarang terjadi kali ini ada suatu wacana dipublik dan sudah bukan rahasia umum lagi bahwa dibulan yang sama diawal tahun 2021 ini propinsi Bengkulu dihebohkan dengan kejadian yang berkaitan dengan hukum.

Dimana saat pilkada sudah dilakukan ada dua kejadian yang sempat menghebohkan propinsi Bengkulu dikarenakan ada sejenis tromatik masyakat terhadap pemipin propinsi Bengkulu yang tidak habis habisnya berurusan dengan lembaga Antirusuah ini dan pihak Kejaksaan tinggi Bengkulu.adanya sejenis kekecewaan masyarakat propinsi bengkulu terhadap pemimpinya,terlepas dari kata benar atau tidaknya suatu masalah,yang jelas kalau sudah menyebut nama KPK kami jadi ngeri dan Trouma jelas dedi dan Peri sebagai warga Bengkulu.,”Jujur kami katakan terlepas benar tau tidaknya suatu masalah yang berurusan dengan pihak hukum terutama KPK dan Kejaksaan kami cemas,karna apa propinsi Bengkulu ini seperti Menjadi,”LANGANAN KPK ,Benar setiap tahunnya seperti kata orang,’‘lubuk kecik buaya banyak.demikian kata dedi kepada media.

Maka saat ini ujar dedi kami ini dibengkulu mendegar cerita ini nyeri nyeri sedap,”BOS DIPERIKSA KPK,ANAK BUAH DITAHAN JAKSA.Itu rumor yang ada saat ini tegasnya kepada metro update.dan menurut infonya pihak KPK terus mendalami masalah benur tersebut tentang perizinanya dengan dipangilnya beberapa hari lalu Ketua BAPEDA propinsi bengkulu ini makin banyak aja daptar orang yang dipangil nantinya oleh KPK kata dedi.

Kenapa tidak dikarenakan Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Bengkulu kembali menetapkan tersangka dalam kasus korupsi proyek pengendali banjir Air Sungai Bengkulu di Kota Bengkulu tahun anggaran 2019. Kali ini, dua orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Esa Ibnu Suud selaku Konsultan Pengawas proyek tersebut, kemudian seorang pejabat Dinas PUPR Provinsi Bengkulu Apison Nazardi yang bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus sebagai Kabid Sumber Daya Air. 

Sebelumnya, penyidik Tindak Pidana Khusus Kejati Bengkulu telah menetapkan Isnani Martuti  sebagai tersangka. Isnani Martuti merupakan Direktur CV Merbin Indah yang mengerjakan proyek pengendali banjir. Dalam proyek senilai Rp 6,9 miliar tersebut, negara dirugikan sebesar Rp 1,9 miliar.

“Saat itu pihak kejaksaan tinggi bengkulu menetapkan dua tersangka. Kedua tersangka tersebut memiliki peran masing-masing terkait dugaan korupsi tersebut,” terang Kasi Penkum Kejati Bengkulu, Marthin Luther, kepada wartawan, beberapa waktu lalu

Usai dilakukan pemeriksaan akhir di gedung Pidsus Kejati Bengkulu, kedua tersangka yang menggunakan rompi orange langsung digiring ke mobil tahanan untuk selanjutnya dititipkan di Rutan Polda Bengkulu.

sementara disisi lain terkait gubernur bengkulu Penyidik KPK melakukan pemeriksaan terhadap Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dan Bupati Kaur Gusril Pausi terkait dugaan tindak pidana korupsi suap perizinanan ekspor benih lobster tahun 2020.

“Rohidin Mersyah (Gubernur Bengkulu) dikonfirmasi terkait rekomendasi usaha lobster di Provinsi  Bengkulu untuk PT DPP yang di ajukan oleh tersangka SJT (Suharjito),” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri

Sementara itu Bupati Kaur Bengkulu, Gusril Pausi dikonfirmasi terkait rekomendasi usaha lobster dan surat keterangan asal benih benur lobster di Kabupaten Kaur, Bengkulu yang diperuntukkan untuk PT DPP yang diajukan oleh tersangka Suharjito.

“Finari Manan (Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta) di dalami pengetahuannya terkait dengan kegiatan penyidikan oleh Tim Penyidik Bea Cukai Soetta bagi 14 perusahaan yang diduga terlibat penyelundupan benih benur lobster pada kurun waktu 15 September 2020,” jelas Ali

Dalam kasus itu, KPK menetapkan tujuh orang tersangka. Enam orang sebagai penerima suap, yakni Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misata; Pengurus PT ACK, Siswadi; staf istri Menteri KP, Ainul Faqih; dan Amiril Mukminin (swasta).

Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT Aero Citra Kargo apabila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.

Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo. Salah satunya untuk keperluan saat ia berada di Hawaii, AS.

Ia diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.(gatra/red)

Komentar