METROUPDATE.CO.ID – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menggandeng BUMN asal China untuk mendirikan pabrik ban pesawat pertama di Indonesia. Nantinya Garuda akan membentuk anak usaha baru dan akan segera direalisasikan maksimum dalam kurun waktu enam bulan ke depan.
Direktur utama Garuda, I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra menyebutkan perusahaan asal negeri tirai bambu tersebut menanamkan investasi sebesar 500 juta USD. Kerja sama ini telah diresmikan pada momen pertemuan tahunan Bank Dunia di Bali pada beberapa waktu ke belakang.
Pria yang akrab disapa Ari ini menyebutkan hal ini merupakan salah satu strategi Garuda dalam pengembangan atau ekspansi bisnis.
“Ban vulkanisir untuk pesawat, jadi kita di Indonesia kan belum ada nah kita sudah dapat investor dari China enilai 500 juta USD, kita sudah teken (tanda tangan) kemarin di forum IMF,” kata Ari saat ditemui di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, ditulis Selasa (22/10).
Selama ini Garuda memang sudah memiliki anak usaha bergerak di bidang perawatan pesawat yaitu PT Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia Tbk. Namun perusahaan tersebut tidak mencakup manufakturing.
“Kalau GMF kan beli impor dari luar belum manufaktur, gak ada yang manufaktur ban pesawat di Indonesia. Bisnisnya sendiri di Indonesia belum ada pabrik maunfaktir ban pesawat padahal karetnya (bahan mentahnya) ada disini, penggunanya banyak disini, kenapa kita gak punya ? Kenapa kita harus impor,” ujarnya.
Saat ini, lanjutnya, pihaknya sedang melakukan penjajakan dengan beberapa perusahaan vulkanisia ban ternama diantaranya Bridgestone dan Dunlop. “Lagi di tahap akhir (pembicaraannya),” ungkapnya.
Selain Garuda dan Citilink, nantinya maskapai lain pun bisa menjadi konsumen ban tersebut.
Sebab, kata Ari, harga ban pesawat tersebut disinyalir akan jauh lebih murah dengan ban pesawat impor namun dengan kualitas yang sama.
Harga murah tersebut didapat dari hasil pemangkasan bea masuk inmpor dan bea pengapalan atau pengiriman barang via kapal. “Akan lebih murah kalau ada di dalam negeri itu gak akan kena biaya impor terus kemudian gak kena biaya pengapalan, pasti lebih murah minimum 30 persen,” tutupnya. [azz]
(sumber ; merdeka.com)
Komentar