Kasus sudah Mulai Mengkerucut Setelah Rohidin,Giliran Kepala Bappeda Provinsi Bengkulu Diperiksa KPK.

Mendalami rekomendasi usaha lobster yang berikan Rohidin kepada tersangka pemberi suap Edhy Prabowo sekaligus Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.

METRO UPDATE.CO.ID –JAKARTA–-Tidak main main dan tangung tangung gerakan yang dilakukan pihak anti rosua ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut mendalami dugaan keterlibatan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dalam sengkarut dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan enam pihak lain.

Rohidin Mersyah bersama Bupati Kaur, Bengkulu Gusril Pausi sebelumnya telah diperiksa tim penyidik KPK pada Senin 18 Januari 2021 lalu. Saat pemeriksaan tim mendalami rekomendasi usaha lobster yang berikan Rohidin kepada tersangka pemberi suap Edhy Prabowo sekaligus Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.

Terhadap  Gusril Pausi, tim penyidik juga mencecar soal rekomendasi usaha lobster dan surat keterangan asal benih benur lobster di Kabupaten Kaur, Bengkulu yang diberikannya kepada perusahaan PT Dua Putra Perkasa.

Hari ini, Jumat (29/1/2021), giliran Kepala Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri diagendakan diperiksa tim penyidik KPK. Isnan akan didalami keterangnnya sebagai saksi seputar kasus suap izin lobster sekaligus untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Edhy Prabowo.

“Saksi Isnan Fajri akan diperiksa sebagai saksi,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (29/1/2021).

Dalam kasus ini KPK menjerat Edhy Prabowo dan enam tersangka lainnya. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, Amiril Mukminin (AM) selaku sespri menteri, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP).

Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor. Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.

Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK  menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyita Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.

Edhy diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima USD 100 ribu yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar.

Diduga upaya monopoli itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020. (Daulatco/Rangga Tranggana/red)

Komentar