Perjalanan Menegangkan Menuju Batavia Kecil dilebong Tandai.

METRO UPDATE.CO.ID —BENGKULU UTARA-–Hari menunjukkan pukul 15.30 WIB, saat METRO UPDATE.CO.ID melihat jam dinding di sebuah warung mi di Desa Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Warung mi tersebut merupakan gerbang menuju sebuah desa yang sempat menjadi primadona tujuan liburan warga Belanda. Desa Lebong Tandai merupakan sebuah desa terisolasi di Bengkulu. Konon, Belanda sekitar tahun 1920-an menjadikan desa ini sebagai kawasan yang dipenuhi berbagai fasilitas modern. Tak salah bila para menir dan noni-noni Belanda menjuluki Lebong Tandai sebagai “Batavia Kecil”. Desa Lebong Tandai menjadi daerah ramai mirip ibu kota. “Masa dahulu desa ini sungguh modern. Kawasan ini telah memiliki bioskop, hotel, lapangan tenis, landasan helipad, gedung teater, pasar dan lainnya, layaknya kehidupan modern. Kawasan ini sangat padat saat emas masih menjadi primadona. Namun sekarang lihatlah kampung ini terisolasi,” kenang Pak Gober, salah seorang tetua kampung beberapa waktu lalu.

Naik lori Molek pacu adrenalin Untuk memasuki Desa Lebong Tandai, satu-satunya transportasi yang bisa digunakan adalah motor Lori Ekspres (Molek). Warga setempat menyebutnya demikian. Kendaraan ini adalah sebuah lori yang digerakkan

Naik lori Molek pacu adrenalin Untuk memasuki Desa Lebong Tandai, satu-satunya transportasi yang bisa digunakan adalah motor Lori Ekspres (Molek). Warga setempat menyebutnya demikian. Kendaraan ini adalah sebuah lori yang digerakkan oleh mesin kapal.

Molek berjalan di atas rel warisan Belanda yang saat itu menjarah emas di lokasi tersebut. Kereta kecil ini berukuran sekitar 2,5 meter X 0,5 meter dengan kapasitas penumpang maksimal 12 orang, dilengkapi setir layaknya kereta yang dikendalikan seorang masinis. Kecapatan maksimalnya hanya 50 kilometer per jam. Dengan menumpangi Molek, perjalanan dari Desa Napal Putih menuju Lebong Tandai memakan waktu sekitar dua jam dengan panjang lintasan sekitar 30 kilometer.

Namun jika berangkat dari Kota Bengkulu membutuhkan waktu sekitar enam jam. Saat tiba di Desa Napal Putih, CREW METRO UPDATE sedikit telat karena Molek telah berangkat terlebih dahulu. Setelah menunggu hampir dua jam, dengan bantuan warga setempat barulah ada Molek lain yang bersedia mengantar ke Desa Lebong Tandai.

Perjalanan menggunakan Molek pun dimulai. Namun saat hendak berangkat, Molek berdinding papan yang rapuh itu mengalami kerusakan pada prodo kopling. Efriadi, masinis Molek terlihat berpeluh ketika mengganti prodo dengan yang baru. Sekitar 30 menit kemudian, Molek sudah normal kembali dan perjalanan pun dimulai.

Hamparan perkebunan rakyat menyambut Molek kecil rapuh itu yang berjalan di atas rel lapuk. Suara keras mesin Molek tentu saja membuat para penumpang tak dapat saling berkomunikasi dengan baik.

Miris memang melihat kondisi alat transportasi tersebut. Bagaimana tidak, ribuan warga Lebong Tandai harus bertaruh nyawa untuk keluar atau masuk ke desa dengan menumpangi lori tersebut.

Apalagi jalur yang dilalui lori kerap menemui jurang menganga di bawahnya. Sekali waktu jalur molek melewati beberapa rel yang sambungannya tak rapi dan panjangnya sekitar satu kilometer.

Kondisi ini tentu saja membuat laju lori Molek seperti terhempas dan membuat penumpang yang belum terbiasa menjerit ketakutan. Yang paling memprihatinkan adalah saat molek harus melintasi sebuah jembatan yang tak lagi aman dilalui.

Sementara di bawahnya terdapat sungai yang sungguh dalam. Selain itu, tak jarang perjalanan harus dihentikan karena rel Molek tertimbun longsor dari tebing yang landai di samping lintasan.

Intinya, menumpangi Molek benar-benar memacu adrenalin. Sang Masinis, Efriadi sudah terbiasa dengan kondisi Molek serta jalur relnya sehingga dalam kondisi apapun, dia selalu tampak tenang. Bahkan,efendi sesekali bersiul-siul sambil mengontrol kemudi Molek yang dibuat dari setir mobil itu. Di tengah perjalanan yang menegangkan itu, hujan turun.

Tentu saja, kondisi itu membuat METRO UPDATE dan penumpang lainnya degdegan. Selain longsor, kami juga takut roda lori anjlok akibat rel licin terkena air hujan.

Kekhawatiran penumpang rupanya dirasakan oleh sang masinis, Efriadi. Ketika lori yang kami tumpangi menemui tanjakan, dengan cekatan Efriadi menaburkan pasir ke besi rel agar laju roda Molek tak licin.

Disisi lain crew METRO UPDATE.memasuki kota Lebong tandai melalui Perusahaan PT API.Dari SP 3 lewat PT ALNO jarak tempuh lebih kurang sekitar 18 kilo meter.menurut Firgo saat melewati jalan tersebut sangatlah memprihatinkan sekali,desa yang dulunya menyumbang emas 33 kg untuk tugu monas yang ada dijakarta.hingga saat ini akses jalan masih sangat memprihatinkan.demikian Firgo (red)

Komentar