Polisi Amankan Pendemo Dua Kelompok Nelayan di Bengkulu yaitu kelompok Nelayan Trawl dan Kelompok Nelayan Tradisional

METRO UPDATE.CO.ID–BENGKULU—–Kepolisian Resort (Polres) Bengkulu menutup ruas jalan didepan gedung Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu untuk membatasi pergerakan dua kelompok nelayan yang menggelar unjuk rasa.

“Penutupan jalan ini kita lakukan agar dua kelompok nelayan ini tidak bertemu dan mengantisipasi bentrok,” kata Kepala Bagian (Kabag) Operasi Polres Bengkulu AKP Enggarsyah Alimbaldi di lokasi unjuk rasa, Selasa.

Dua kelompok nelayan di Bengkulu yaitu kelompok nelayan trawl dan kelompok nelayan tradisional menggelar unjuk rasa di depan gedung PN Bengkulu di Jalan S Parman atau yang berjarak sekitar 100 meter dari monumen Fatmawati Soekarno Simpang Lima Ratu Samban.

Unjuk rasa tersebut dilakukan karena hari ini majelis hakim Pengadilan Bengkulu direncanakan akan membaca putusan perkara penyalahgunaan alat tangkap perikanan trawl yang mendudukkan empat orang terdakwa.

Massa dari kelompok nelayan trawl meminta majelis hakim membebaskan keempat orang terdakwa, sedangkan kelompok nelayan tradisional meminta majelis hakim menghukum berat keempat terdakwa.

Polisi memisahkan dua kelompok nelayan tersebut dengan jarak yang cukup jauh untuk menghindari bentrokan.

Massa dari kelompok nelayan trawl yang berjumlah ratusan orang tertahan di sekitar kawasan Simpang Skip atau berjarak sekitar 300 meter dari gedung PN Bengkulu.

Sedangkan nelayan tradisional tertahan di sekitar kawasan tugu Fatmawati Soekarno di Simpang Lima Ratu Samban.

“Ada 500 personil gabungan dari Polres Bengkulu dan Polda Bengkulu yang diterjunkan untuk melakukan pengamanan. Kami juga menyiapkan dua mobil water canon,” kata Enggarsyah.

Sementara itu, Humas PN Bengkulu Hascaryo menjelaskan sidang lanjutan perkara penyalahgunaan alat tangkap trawl yang digelar hari ini Senin (22/02) dengan dua agenda sekaligus yaitu mendengarkan pledoi atau pembelaan keempat terdakwa dan pembacaan putusan.

Dia menjelaskan, untuk mencegah kerusuhan PN Bengkulu menggelar sidang tersebut secara virtual, dengan mekanisme keempat terdakwa mengikuti persidangan dari Lapas Bentiring, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari kantor Kejaksaan Negeri Bengkulu.

“Sidang ini dilakukan secara virtual jadi keempat terdakwa tidak disini tetapi tetap di lapas. Ini dilakukan untuk mengantisipasi kerusuhan,” ucapnya.

Sebelumnya, sekelompok nelayan tradisional sempat mengamuk dan merusak sejumlah fasilitas di PN Bengkulu usai persidangan pembacaan tuntutan dari JPU pada Selasa (16/02) lalu.

Massa menolak tuntutan JPU yang menuntut keempat terdakwa selama 10 bulan denda Rp100 juta yang dinilai terlalu rendah dan tidak memenuhi rasa keadilan bagi kelompok nelayan tradisional.

Peristiwa pengrusakan tersebut saat ini ditangani Polres Bengkulu dan sedang dilakukan penyelidikan.(antbkl/ded/ad)

Komentar